KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat taufik dan hidayah-Nya kami
menyusun makalah tentang qurban ini.
Makalah ini
disajikan dengan bahasa yang komunikatif dan penjelasannya yang ringkas, padat,
serta jelas dimaksud untuk membantu mempermudah pembaca dalam menelaah makalah agama Islam tentang Qurban ini.
Penyusun sudah berupaya
semaksimal mungkin untuk dapat menyajikan makalah ini agar benar-benar
bermanfaat, mudah dipahami dan dapat diterima oleh para pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kami sangat mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan pada makalah berikutnya.
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Syariat qurban berawal dari Nabi Ibrahim a.s. ketika mendapat wahyu lewat mimpinya supaya menyembelih putranya yang bernama Ismail a.s. Perintah itu sebagai bentuk ujian dari Allah swt kepada Nabi Ibrahim a.s. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ketika belum mempunyai anak, Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata berkaitan dengan qurban. Beliau mengatakan, ”Jangankan harta benda, anak pun kalau saya punya, saya mau menqurbankannya. Setelah mempunyai anak, perkataan itu ditagih oleh Allas swt, karena ketaqwaannya Nabi Ibrahim a.s. memenuhi permintaan Allah swt. Meskipun Ismail diganti dengan seekor Kibas. Inilah awal mulanya di Syariatkannya Qurban.
Setiap Muslim pasti menginginkan anak yang shaleh dan shalehah, berbakti kepada orang tua, agama, bangsa, dan Negara. Usaha untuk menjadikan anak shaleh dan shalehah, antara lain dengan memberii bekal, ilmu pengetahuan yang cukup. Salah satu hal yang tidak kalah penting tugas kedua orang tua kepada anak adalah memberikan nama yang baik bagi anaknya yang lahir. Nah dalam hal ini proses pemberian nama lebih dikenal dengan Aqiqah.
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan kita tidak keluar dari sub judul, ada baiknya pemakalah akan merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1). Pengertian dan dasar hukum Qurban
2). Syarat-syarat hewan untuk Qurban
3). Tata cara penyembelihan Qurban
4). Hikmah Qurban
PEMBAHASAN
1). Pengertian
Kurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa
Arab yaitu: udhiyyah. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang
disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira
pukul 7.00 sampai pukul 10.00 .Udhiyyah adalah
hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih
pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai
taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah.
Menurut
istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada
Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.
*Perintah menyembelih Kurban
Firman
Allah SWT:
Artinya: ”Sesungguhnya kami
memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu
da berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang
terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)
* Hukum Berkurban
Hukum berkurban ada 3,yaitu:
1.
Wajib
bagi yang mampu
Kurban wajib bagi yang mampu, dijelaskan
oleh firman Allah
QS. Al-Kautsar ayat 1-3.
2.
Sunnah
Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW
menjelaskan:
Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Saya
diperintah untuk
menyembelih kurban dan kurban itu sunnah
bagi kamu.”
3.
Sunnah
Muakkad
Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni
menjelaskan:
Artinya: ”Diwajibkan melaksanakan
kurban bagiku dan tidak wajib
atas kamu.”(HR. Daruqutni)
Orang yang mampu berqurban tapi tidak
berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
· “Barangsiapa
yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali
ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari
Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim).
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang –yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’ ) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram.
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW.Allah SWT berfirman : Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban,
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau ( jamus), sebab disamakan dengan sapi.
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin.
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan.
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
1. yang nyata-nyata buta sebelah,
2. yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3. yang nyata-nyata pincang jalannya,
4. yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
5. yang tidak ada sebagian tanduknya,
6. yang tidak ada sebagian kupingnya,
7. yang terpotong hidungnya,
8. yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
9. yang rabun matanya.
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri ( al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
“Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994).
Dari segi fakta, hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban tersebut ?
Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi SAW bersabda :
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib.
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat dari tempat penyembelihan.
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim.
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban. Hal itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama. Dalilnya sabda Nabi SAW :
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati ( ihtiyath), adalah janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman kami– larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang –yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’ ) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram.
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW.Allah SWT berfirman : Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban,
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau ( jamus), sebab disamakan dengan sapi.
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin.
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan.
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
1. yang nyata-nyata buta sebelah,
2. yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3. yang nyata-nyata pincang jalannya,
4. yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
5. yang tidak ada sebagian tanduknya,
6. yang tidak ada sebagian kupingnya,
7. yang terpotong hidungnya,
8. yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
9. yang rabun matanya.
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri ( al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
“Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994).
Dari segi fakta, hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban tersebut ?
Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi SAW bersabda :
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib.
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat dari tempat penyembelihan.
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim.
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban. Hal itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama. Dalilnya sabda Nabi SAW :
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati ( ihtiyath), adalah janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman kami– larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.
· “Barangsiapa
yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia
melaksanakannya. ”
· Qurban
juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya)
berkata,”Ini milik Allah, ” atau “Ini binatang qurban.”
* Jenis
dan syarat hewan untuk Kurban
Jenis-jenis binatang yang dapat untuk
kurban, syaratnya adalah:
1. Domba : syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
2. Kambing : syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
3. Sapi
atau Kerbau : syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
4. Unta : syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.
Sebaiknya berkurban dengan binatang yang
mulus dan gemuk serta tidak cacat, seperti:
a) Jelas-jelas
sakit
b) Sangat
kurus
c) Sebelah
matanya tidak berfungsi atau keduanya
d) Pincang
e) Putus
telinga
f) Putus
ekor
2). Syarat-syarat
hewan Kurban :
a. Jenis
Hewan
“…supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap hewan ternak (bahimatul an’am) yang telah direzekikan Allah kepada
mereka.” (QS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam
(binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing,
b. Jenis
Kelamin
c. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap
mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua,
sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima
tahun.
d. Kondisi
6. Waktu
melaksanakan Kurban
Waktu penyembelihan kurban pada tanggal
10 Zulhijah setelah shalat hari raya Idul Adha, dilanjutkan pada hari tasyriq,
yaitu tanggal 11, 12 dan tanggal 13 Zulhijah sampai terbenam matahari.
3). Cara
penyembelihan
1. Cara
menyembelih sama dengan penyembelihan yang disyaratkan Islam, yakni penyembelih harus orang Islam (khusus kurban, sunnah penyembelih adalah yang berkurban sendiri, jika diwakilkan disunahkan hadiri pada waktu penyembelihannya).
2. Alat
untuk menyembelih harus benda tajam. Tidak boleh menggunakan gigi, kuku dan tulang.
3. Memotong
2 urat yang ada di kiri-kanan leher agar lekas matinya, tetapi jangan sampai putus leher-nya (makruh).
4. Binatang
yang disembelih hendaklah digulingkan ke sebelah kiri tulang rusuknya agar mudah saat penyembelihan.
5. Hewan
yang disembelih disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat.
6. Orang
yang menyembelih disunatkan membaca:
a. Basmalah:
Artinya: “Dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
b. Shalawat:
Artinya: ”Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada
junjungan kami Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Muhammad.”
c. Takbir
Artinya: ”Allah Maha Besar.”
d. Do`a:
Artinya: ”Ya Allah, kurban ini adalah nikmat
dari Engkau dan aku berdekat diri kepada Engkau. Oleh karena itu, terimalah
kurbanku! Wahai Zat Yang Maha Pemurah. Engkau Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.”
4). Hikmah
dari Kurban :
1. Menambah
cintanya kepada Allah SWT
2. Akan menambah keimanannya kepada Allah SWT
3. Dengan
berkurban, berarti seseorang telah bersyukur kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan pada dirinya.
4. Dengan
berkurban, berarti seseorang telah berbakti kepada orang lain, dimana tolong
menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas dan toleransi memang dianjurkan
oleh agama Islam.
* Pemanfaatan Daging Qurban
* Pemanfaatan Daging Qurban
· “…(Rasulullah
memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu
daripadanya (hewan qurban).” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994).
· Tapi
jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban.
Namun pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia
miskin atau fakir.
“Dan
janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban.
Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan
kamu menjualnya.. .” (HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
BAB III
PENUTUP
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik dalam pembahasan makalh ini, antaralain :
- Menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak disembelih.
- Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah pada hari raya Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13 Dzulhijjah. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.
- Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.
- Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak, sesuai dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki, aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama, 2008.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.
Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang, 2010.
Moh Rifa’i,Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana, 1991.
BAB IV
GAMBARAN PELAKSANAAN QURBAN
Komentar
Posting Komentar